Gentra.id — Di tengah derasnya arus informasi digital dan semakin kaburnya batas antara konten hiburan, opini, dan jurnalisme, peran mahasiswa sebagai penggerak literasi media menjadi semakin penting. Menyadari hal tersebut, Asosiasi Pers Mahasiswa Priangan Timur (APM Priatim) melakukan kunjungan resmi ke Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Barat, Sabtu (15/11/2025).
Pertemuan ini menjadi langkah awal kolaborasi antara lembaga penyiaran daerah dan pers mahasiswa dalam menghadapi tantangan informasi di era digital. APM Priatim menilai bahwa memahami penyiaran dan regulasi media merupakan hal krusial, terutama ketika mahasiswa semakin aktif menjadi pembuat konten. Langkah ini sekaligus menegaskan bahwa pers mahasiswa tidak hanya bertugas meliput kegiatan kampus, tetapi juga menjaga ruang informasi publik agar tetap sehat dan edukatif.
Anak Muda Harus Paham Penyiaran, Bukan Hanya Konsumsi Konten
Dalam sambutannya, Ketua KPID Jabar, Adiyana Slamet, menegaskan bahwa pers mahasiswa adalah bagian penting dari ekosistem penyiaran komunitas yang berperan mengedukasi publik.
“Pers mahasiswa punya peran strategis sebagai ruang belajar sekaligus pengawas sosial muda. KPID tentu membuka diri untuk mendampingi mereka dalam literasi media, etika penyiaran, dan pemahaman regulasi,” ujar Adiyana.
Ia menambahkan bahwa kehadiran pers mahasiswa dapat memperluas jangkauan edukasi publik, terutama terkait penyiaran sehat, anti-hoaks, dan penggunaan media digital yang bertanggung jawab. Karena itu, KPID menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi melalui workshop, pendampingan, dan dialog rutin.
“Pers mahasiswa itu punya kekuatan besar untuk memperluas edukasi publik. Mereka ada di ruang-ruang yang dekat dengan masyarakat muda, sehingga pesan tentang penyiaran sehat, anti-hoaks, dan penggunaan media digital yang bertanggung jawab bisa sampai lebih cepat,” tambahnya.
APM Priatim sebagai Bagian dari Ekosistem Media
Sementara itu, pembina APM Priatim Usama Ahmad Rizal menilai bahwa kolaborasi ini dapat membuka akses pengetahuan yang selama ini sulit dijangkau oleh mahasiswa.
“Mahasiswa butuh bimbingan langsung dari lembaga seperti KPID agar tidak hanya mahir membuat konten, tetapi juga memahami tanggung jawab dan risikonya. Literasi media tidak bisa hanya diajarkan di kelas, tetapi harus dilatih melalui pengalaman dan pendampingan,” ucapnya.
APM Priatim dalam kesempatan tersebut menegaskan bahwa media kampus adalah bagian dari ekosistem pers di daerah. Meski berada di ranah pendidikan, jurnalisme mahasiswa tetap memegang fungsi kontrol sosial, edukasi, dan advokasi isu lokal. Namun, perubahan pola konsumsi media menuntut pers mahasiswa untuk beradaptasi tanpa meninggalkan prinsip etika jurnalistik.
“Pers Mahasiswa merupakan bagian dari ekosistem penyiaran daerah meskipun dalam ranah kampus. Meskipun begitu, fungsi pers tetap sama yakni sebagai fungsi control, edukasi dan advokasi. Namun hal yang menjadi tantangan saat ini dimana masyarakat atau bahkan mahasiswa sendiri gampang tergerus oleh arus konten dan informasi hoax tanpa verifikasi terlebih dahulu,” ujar Khopipah Indah selaku perwakilan dari APM.
Ia juga menyampaikan beberapa contoh persoalan yang kerap muncul di lingkungan mahasiswa, mulai dari disinformasi di platform video pendek, konten viral tanpa verifikasi, hingga gaya pemberitaan sensasional yang mulai memengaruhi media kampus. Semua tantangan tersebut, menurut APM, harus dijawab melalui pendidikan media yang lebih sistematis.
Menuju Kolaborasi ‘Kampus Melek Siar’
Pertemuan ini menghasilkan kesepahaman awal bahwa sinergi APM Priatim dan KPID Jabar perlu diterjemahkan ke dalam program konkret. APM mengusulkan beberapa kegiatan seperti workshop etika penyiaran, diskusi publik, hingga pelatihan literasi media bagi mahasiswa di Priangan Timur.
KPID dan APM sepakat bahwa mahasiswa, bukan hanya media besar, ikut menentukan masa depan ruang informasi Indonesia. Kedua pihak memulai sinergi ini untuk membangun ekosistem informasi yang lebih kritis, beretika, dan bertanggung jawab.
APM Priatim berharap kunjungan ini menjadi fondasi kolaborasi jangka panjang. KPID pun menegaskan pentingnya anak muda memahami penyiaran bukan hanya sebagai tontonan, tetapi sebagai budaya informasi yang mereka bentuk bersama. Literasi media bukan hanya soal “apa yang ditonton”, tetapi bagaimana Masyarakat, terutama mahasiswa memahami, mengkritisi, dan menciptakan konten yang bertanggung jawab.






