Gentra.id- Belakangan ini, istilah “jam koma” sedang viral di kalangan Gen Z. Terutama di platform media sosial seperti TikTok dan Instagram. Istilah ini tidak merujuk pada sesuatu yang teknis, melainkan menggambarkan waktu-waktu di mana seseorang berada dalam keadaan reflektif. Penuh emosi, atau bahkan merenung tentang kehidupan. Orang-orang sering mengaitkan jam koma dengan waktu larut malam atau dini hari. Yaitu ketika suasana tenang dan pikiran sering kali menjadi lebih jernih atau emosional.
Fenomena ini tak hanya menjadi tren, tetapi juga menggambarkan sisi introspektif dari generasi muda. Pada jam koma, mereka sering menghabiskan waktu untuk mendengarkan musik. Serta menonton video yang membangkitkan nostalgia, atau berbagi pengalaman hidup melalui unggahan media sosial. Banyak dari mereka yang mengaitkan momen ini dengan perasaan sepi atau pencarian makna di tengah kehidupan yang serba cepat.
Psikolog menjelaskan bahwa jam koma sering terjadi karena di waktu ini. Orang-orang sering mengaitkan jam koma dengan waktu larut malam atau dini hari.. Tren ini juga menjadi cerminan bagaimana Gen Z menghadapi tekanan kehidupan modern dengan mencari ruang untuk berefleksi dan mengekspresikan diri.
Meski terlihat sederhana, fenomena ini memiliki sisi positif. Dengan mengenali emosi mereka, Gen Z dapat lebih memahami diri sendiri dan belajar untuk menghadapi tekanan. Namun, para ahli juga mengingatkan agar tren ini tidak menjerumuskan pada kebiasaan overthinking atau pola hidup yang tidak sehat.
Kelelahan Kognitif: Ketika Pikiran Butuh Istirahat
Dr. Lori Lawrenz, seorang psikolog klinis, menjelaskan bahwa kelelahan kognitif ini mengurangi kemampuan seseorang untuk berpikir dan fokus.
Penyebab utamanya beragam, mulai dari stres, kurang tidur, hingga faktor lain yang mengganggu keseimbangan mental. Kondisi ini seringkali tampak sepele, tetapi gejalanya nyata: sering lupa, membuat kesalahan kecil, dan sulit berkonsentrasi. Semua ini menunjukkan bahwa otak Anda membutuhkan istirahat.
Selain itu, faktor usia turut berperan, di mana kemampuan kognitif cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Kondisi medis seperti Alzheimer, demensia, atau cedera otak juga dapat memperburuk situasi. Lingkungan yang tidak mendukung, seperti pencahayaan rendah atau kebisingan berlebih, juga membuat otak bekerja lebih keras.
Masalah nutrisi yang tidak memadai, kebiasaan buruk seperti penggunaan zat berbahaya. Serta masalah kesehatan mental menambah daftar penyebab yang membuat otak kelelahan. Memahami penyebab-penyebab ini memungkinkan kita untuk mengambil langkah preventif. Seperti memperbaiki pola tidur, mengurangi multitasking, dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
Kognitif, yang mencakup kemampuan belajar, mengingat, dan memecahkan masalah, memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Ketika terganggu oleh kelelahan, bukan hanya tugas-tugas kecil yang terpengaruh, tetapi juga aktivitas besar yang membutuhkan pemikiran mendalam. Akibatnya, banyak yang merasa terjebak dalam siklus ketidakproduktifan.
Para ahli merekomendasikan beberapa langkah untuk mengatasi kondisi tersebut. Seperti mengatur waktu istirahat yang cukup, berhenti sejenak saat merasa lelah dan sulit berpikir. Mulai mengelola stres, kenali dan hindari pemicu kelelahan kognitif. Kemudian mengambil jeda dari aktivitas yang menuntut kognisi tinggi. Pikiran Anda adalah aset berharga, dan merawatnya adalah langkah pertama untuk meningkatkan kualitas hidup.