Pemungutan Suara Ulang (PSU) merupakan mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. PSU dilakukan ketika terjadi pelanggaran atau situasi tertentu yang mengakibatkan proses pemungutan suara tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Meskipun PSU bertujuan untuk menjaga integritas dan legitimasi hasil pemilu, frekuensi pelaksanaannya menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas sistem pemilu dan tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan demokrasi yang berkualitas.
Alasan Pelaksanaan PSU
PSU dilaksanakan berdasarkan beberapa alasan utama, antara lain:
Pelanggaran Prosedur:
Misalnya, pembukaan kotak suara atau berkas pemungutan dan penghitungan suara tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Pelanggaran Hak Pilih:
Petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meminta pemilih memberikan tanda khusus, menandatangani, atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan.
Perusakan Surat Suara:
Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang sudah digunakan oleh pemilih sehingga surat suara tersebut menjadi tidak sah.
Pemilih Tidak Sah:
Pemilih yang tidak memiliki kartu tanda penduduk elektronik dan tidak terdaftar di daftar pemilih tetap dan daftar pemilih tambahan tetap.
Selain itu, PSU juga dapat dilakukan jika terjadi bencana alam atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
Data Pelaksanaan PSU
Pada Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) merekomendasikan pelaksanaan PSU di 180 Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dari jumlah tersebut, 26 rekomendasi tidak ditindaklanjuti oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) karena perbedaan perspektif, sementara 123 rekomendasi lainnya akan dilaksanakan oleh KPU.
Menurut Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, jumlah PSU pada Pemilu 2024 mengalami penurunan dibandingkan Pemilu 2019. Pada Pemilu 2019, PSU dilaksanakan di 1.114 TPS, sedangkan pada Pemilu 2024 hanya di 738 TPS. Penurunan ini menunjukkan adanya perbaikan dalam proses pemilu, meskipun masih terdapat tantangan yang harus diatasi.
Tantangan dalam Pelaksanaan PSU
Meskipun PSU bertujuan untuk menjaga integritas pemilu, pelaksanaannya tidak lepas dari berbagai tantangan, antara lain:
Penurunan Partisipasi Pemilih:
Pada beberapa daerah, partisipasi pemilih dalam PSU menurun. Misalnya, di Kota Cimahi, Jawa Barat, terdapat penurunan partisipasi pemilih pada pelaksanaan Pemungutan Suara Lanjutan (PSL) dan PSU. Di TPS 05 Kelurahan Utama, Cimahi Selatan, dari 224 pemilih, 32 di antaranya tidak hadir dalam PSL. Penurunan partisipasi ini dapat mempengaruhi legitimasi hasil PSU.
Kendala Teknis dan Logistik:
Pelaksanaan PSU memerlukan persiapan ulang, termasuk distribusi logistik dan penjadwalan ulang petugas. Hal ini dapat menimbulkan kendala teknis yang mempengaruhi kelancaran PSU.
Biaya Tambahan:
PSU memerlukan anggaran tambahan yang cukup besar. Biaya ini mencakup pengadaan logistik, honorarium petugas, dan sosialisasi kepada masyarakat.
Potensi Konflik:
Pelaksanaan PSU dapat memicu ketegangan atau konflik di masyarakat, terutama jika terdapat perbedaan pandangan mengenai alasan pelaksanaan PSU.
Upaya Mengurangi Pelaksanaan PSU
Untuk mengurangi frekuensi PSU dan meningkatkan kualitas demokrasi, beberapa langkah dapat dilakukan:
Peningkatan Kualitas Penyelenggara Pemilu:
Pelatihan dan pembinaan bagi petugas pemilu perlu ditingkatkan agar mereka memahami dan mematuhi prosedur yang berlaku.
Pengawasan yang Ketat:
Pengawasan oleh Bawaslu dan partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya pemilu perlu ditingkatkan untuk mencegah pelanggaran.
Sosialisasi kepada Masyarakat:
Pendidikan pemilih perlu ditingkatkan agar masyarakat memahami hak dan kewajiban mereka dalam pemilu, serta prosedur yang harus diikuti.
Penyempurnaan Regulasi:
Evaluasi dan revisi regulasi pemilu perlu dilakukan untuk menutup celah yang dapat menyebabkan pelanggaran atau ketidakjelasan dalam pelaksanaan pemilu.
Pemungutan Suara Ulang merupakan mekanisme penting dalam menjaga integritas dan legitimasi hasil pemilu. Meskipun jumlah PSU pada Pemilu 2024 menurun dibandingkan periode sebelumnya, tantangan dalam pelaksanaannya masih perlu mendapat perhatian serius.
Walaupun beberapa pengamat politik ada yang berpendapat bahwa Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang diperintahkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Pilkada 2024 merupakan sebuah pemborosan dan juga bukti bahwa pemilu di negeri ini lebih mirip pertandingan yang tak pernah benar-benar selesai. Hasilnya bisa dipertanyakan. Suaranya bisa digugat. Pemilih bisa dipanggil kembali. Seakan-akan memilih adalah pekerjaan yang harus diulang-ulang, bukan hak yang cukup dijalankan sekali dan dihormati keputusannya.
Namun demikian upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemilu, pengawasan yang ketat, sosialisasi kepada masyarakat, dan penyempurnaan regulasi merupakan langkah-langkah yang perlu diambil untuk meminimalkan pelaksanaan PSU di masa mendatang. Dengan demikian, diharapkan demokrasi di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik dan berkualitas.