Gentra.id– Komunitas Indonesia Green Movement bersama BEM FKIP dan BEM Faperta Universitas Siliwangi (Unsil) menggelar aksi demonstrasi pada Rabu (11/06/2025). Massa aksi melakukan ini untuk menyoroti dugaan pencemaran lingkungan akibat aktivitas TPA Ciangir dan sebuah pabrik biji plastik. Mereka menyuarakan keresahan warga Tamansari terkait ancaman terhadap lingkungan dan kesehatan yang belum juga ditangani pemerintah.
Mereka menggelar aksi di dua titik, yaitu di Bale Kota Tasikmalaya dan berlanjut ke Gedung DPRD Kota Tasikmalaya. Dalam aksinya, massa menyampaikan 10 poin tuntutan yang mereka nilai krusial untuk menyelamatkan lingkungan:
- Mengoptimalkan edukasi masyarakat Kota Tasikmalaya tentang wawasan lingkungan hidup
- Mengkaji ulang izin lingkungan UKL-UPL TPA Ciangir dan melibatkan masyarakat dalam prosesnya
- Menutup pabrik yang tidak memiliki izin operasional, Amdal, dan analisis IPAL
- Menyusun dokumen mitigasi bencana gas metana dan air lindi
- Memberikan kompensasi kepada masyarakat terdampak pencemaran
- Mengefektifkan penggunaan anggaran sektor lingkungan hidup
- Melakukan uji laboratorium air limbah sesuai undang-undang dan mempublikasikan hasilnya
- Mencopot Deni Diana sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya
- Melakukan audit lingkungan terhadap pabrik biji plastik
- Mengawasi anggaran dan kinerja penyelenggaraan lingkungan hidup oleh DPRD Kota Tasikmalaya
Air Lindi dan Gas Metana Jadi Sorotan
Koordinator aksi sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Green Movement, Muhamad Rafi Faza, menilai pemerintah daerah lalai menangani pencemaran di TPA Ciangir. Ia menegaskan bahwa hingga kini tidak ada filtrasi air lindi yang memadai. Padahal air tersebut mengalir langsung ke sungai dan mencemari lingkungan.
“Air lindi seharusnya melewati proses filtrasi. Tapi sampai sekarang tidak ada sistem pengolahan yang berjalan. Pemerintah baru sebatas merencanakan pembangunan filtrasi,” ujarnya.
Rafi juga mengkritik sistem pengelolaan sampah di TPA Ciangir yang menurutnya tidak sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2008. Ia menyebut pemerintah masih menerapkan pola “angkut-kumpul-buang” dan menggunakan metode open dumping yang membahayakan lingkungan.
Selain itu, ia menyoroti pengabaian terhadap pengelolaan gas metana, meski dokumen UKL-UPL tahun 2012 sebenarnya telah mencantumkan kewajiban tersebut.
“Kami kecewa. Pemerintah baru berencana memperbarui izin, padahal warga sudah lama mengeluhkan bau menyengat, air sungai tercemar, ikan mati, dan gatal-gatal,” tegasnya.
Desakan Copot Kadis LH Kota Tasikmalaya
Faza juga menuntut pemerintah mencopot Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya, Deni Diana, karena dianggap gagal memberikan solusi konkret.
“Kalau kinerjanya baik, pencemaran seharusnya sudah selesai. Tapi faktanya sampai sekarang belum ada penyelesaian,” ujarnya.
Terkait respons DPRD Kota Tasikmalaya, Rafi mengaku belum melihat langkah nyata meski beberapa anggota dewan mengaku mendukung perjuangan mereka.
“Jawaban mereka masih sama: ‘akan bergerak bersama’. Tapi semuanya masih wacana, belum ada realisasi. Sementara masyarakat terus terdampak,” tambahnya.
Indonesia Green Movement berkomitmen melanjutkan edukasi lingkungan ke masyarakat dan mahasiswa. Serta memperluas kajian terhadap dokumen-dokumen anggaran dan kebijakan terkait lingkungan.
“Fokus kami bukan hanya Ciangir. Kami ingin Kota Tasikmalaya menjadi kota yang lebih lestari,” tutupnya
Jika pemerintah tetap mengabaikan tuntutan ini, Faza menyatakan bahwa pihaknya siap menggelar aksi lanjutan dengan jumlah massa yang lebih besar.