Gentra.id– Himpunan Pelajar Mahasiswa Progresif (HPMP) Kota Tasikmalaya menggelar audiensi dengan Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya di Ruang Rapat I Lantai 2 Gedung DPRD, Kamis (10/7). Dalam pertemuan tersebut, hadir anggota DPRD H. Yadi Mulyadi dari Fraksi PKS dan perwakilan Dinas Sosial Kota Tasikmalaya. Serta Ketua KPAID Kota Tasikmalaya untuk membahas isu anak jalanan yang semakin mendesak.
HPMP menginisiasi audiensi tersebut karena menilai Dinas Sosial belum menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, sehingga menimbulkan kekecewaan. Organisasi yang konsisten mengangkat isu anak itu menyampaikan aspirasi dan kritik secara langsung kepada pihak DPRD dan pemerintah kota.
Ketua HPMP, Jausan Kamil, menjelaskan bahwa pemerintah belum merespons isu anak jalanan secara serius sejak ia mencatat persoalan ini pada November 2024. Ia menilai pemerintah tidak menunjukkan dukungan atas program dan gerakan yang sudah mereka laksanakan.
“Saya sudah mencatat persoalan ini sejak November 2024. Namun sampai sekarang, setiap kali saya membuat kegiatan atau gerakan, pemerintah belum juga menunjukkan perannya,” ujarnya.
Jausan menegaskan bahwa gerakan ini bersifat mendesak dalam kerangka Rencana Penanganan Permanen (RPP), tetapi penjelasan dari DPRD dan Dinas Sosial belum mampu menjawab tuntutan mereka secara memuaskan.
“Masalah ini perlu segera kita tindaklanjuti karena sudah masuk ranah urgensi. Tapi saya belum puas dengan klarifikasi yang mereka sampaikan tadi. Terasa normatif saja,” tambahnya.
Jausan berharap pemerintah mau berkolaborasi secara aktif dan terbuka. Ia menyebut bahwa konsep gerakan sudah tersedia, dan kini pemerintah tinggal memberikan dukungan nyata.
“Kami ingin pemerintah terlibat secara kooperatif. Konsepnya sudah kami siapkan, tinggal bagaimana pemerintah menunjukkan dukungan yang konkret,” tegasnya.
HMI Tekankan Pemenuhan Hak Anak Jalanan sebagai HAM
Ketua HMI Komisariat Unsil, Zilzia Fahrija Fazrin, menambahkan bahwa pemerintah memiliki kewajiban untuk memelihara fakir miskin dan menyediakan akses pendidikan, termasuk bagi anak jalanan. Ia menekankan bahwa hak asasi manusia berlaku bagi semua tanpa terkecuali.
“Negara wajib memelihara fakir miskin dan menjamin pendidikan mereka. Deklarasi Universal HAM juga menyatakan bahwa hak itu harus berlaku bagi semua manusia, termasuk anak jalanan maupun anak pejabat,” ujarnya.
Zilzia meminta pemerintah lebih peka terhadap realitas sosial anak jalanan yang kerap menghadapi diskriminasi, keterbatasan akses, dan kehilangan arah identitas.
“Pemerintah harus lebih peka. Anak jalanan sering mengalami diskriminasi sosial, akses mereka terbatas, dan mereka kesulitan menemukan jati diri,” lanjutnya.
Ia menegaskan bahwa HPMP hadir untuk menjadi penghubung antara masyarakat dan pemerintah. Sebagai Ketua HMI Komisariat Unsil, ia siap mengadvokasi isu-isu sosial seperti ini.
“Kami hadir untuk menjembatani mereka dengan pemerintah. Saya siap berperan sebagai penghubung dan advokat bagi isu ini,” jelasnya.
Zilzia juga mengkritik pendekatan Dinas Sosial yang masih menggunakan razia dalam menangani anak jalanan. Ia menilai pendekatan tersebut membawa konotasi negatif dan menyarankan untuk menggantinya dengan pendekatan mitigasi sosial yang lebih manusiawi.
“Dinas Sosial salah mengartikan penanganan anak jalanan dengan razia. Razia itu memberi kesan bahwa mereka pelanggar aturan. Padahal, pendekatannya bisa kita ubah menjadi mitigasi sosial yang lebih mendidik,” pungkasnya.