PMII dulu dikenal sebagai rumah gagasan. Kini, ia lebih mirip ruang tunggu menuju kekuasaan. Dahulu, kita bicara idealisme dan keadilan sosial, kini kita bicara siapa “direkomendasikan” dan siapa “disingkirkan.” Proses kaderisasi yang semestinya membebaskan justru berubah menjadi ajang eksploitatif: kader diolah bukan untuk berpikir, tapi untuk patuh.
Kita lupa, PMII lahir dari rahim keresahan mahasiswa Islam progresif, bukan dari kantong partai politik yang lapar jabatan. Gus Dur pernah mengingatkan, “Organisasi itu alat perjuangan, bukan tujuan perjuangan.” Namun kini, organisasi dijadikan karier struktural—bukan jalan pengabdian.
Dala Produk Hukum PMII menegaskan: “Kaderisasi adalah proses pembinaan kader secara sistematis, terencana dan berkelanjutan.” Tapi realitasnya, MAPABA – PKD – PKL – PKN hanya jadi formalitas. Setelah selesai, kader dibiarkan berjalan sendiri, kecuali mereka yang tunduk pada poros senior.
PMII bukan sekolah feodalisme. KH Hasyim Asy’ari mengajarkan bahwa “Ilmu tanpa akhlak adalah bencana.” Namun di PMII hari ini, loyalitas kepada senior lebih penting dari integritas. Mereka yang kritis dicap pembangkang, yang setia tanpa berpikir dijadikan “penerus”. Dalam logika semacam ini, kader hanyalah batang tebu: diperah manisnya, dibuang ampasnya.
Saya tidak anti-politik, saya anti Menjual Nilai Nilai Sakral Demi Kepentingan Segelintir orang. Maka saya menulis ini bukan untuk memberontak, tapi mengingatkan.
Tujuan PMII ialah : terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab Dalam Mengamalkan ilmunya Serta Komitmen Memperjuangkan Cita Cita Kemerdekaan Indonesia.. Pertanyaannya: masih adakah kita di jalan itu?
Perubahan tidak lahir dari mereka yang nyaman dalam kemapanan, tapi dari mereka yang gelisah karena cinta. Jika PMII ingin tetap relevan di 2030 dan seterusnya, maka ia harus kembali ke watak dasarnya: kaderisasi berbasis nalar kritis dan nilai kemanusiaan. Bukan struktur yang dibanggakan, tapi kualitas manusia yang dibentuknya.
PMII tidak sedang kekurangan kader. Ia sedang krisis keberanian untuk jujur melihat dirinya sendiri.
Oleh KETUA PMII KOMISARIAT IAIT
M.SABIQ.A
Penulis : M. Sabiq A
Editor : Khopipah Indah
Sumber Berita : Opini