Gentra.id – Ruang dialog antara aparat dan masyarakat yang selama ini dianggap berjarak kini mulai mencair di Kota Santri. Kegiatan Sarasehan Kebangsaan bertajuk “Bakti Negeri Polri Bersama Masyarakat” yang digelar Polres Tasikmalaya Kota di Hotel Harmoni, Sabtu (25/10/2015), menjadi panggung baru bagi kolaborasi antara aparat kepolisian, mahasiswa, dan masyarakat sipil.
Langkah terbuka yang diinisiasi Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP Moh. Faruk Rozi menuai apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk organisasi mahasiswa seperti BEM PTNU dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Namun, di balik apresiasi itu, para mahasiswa juga menegaskan pentingnya menjaga keberlanjutan agar ruang dialog tidak berhenti di forum semata.
“Kami menyambut positif keterbukaan Polres Tasikmalaya Kota. Ini bentuk nyata democratic policing polisi yang mau mendengar dan melibatkan masyarakat dalam menjaga keamanan,” ujar Arip salah satu perwakilan BEM PTNU Tasikmalaya.
“Namun, dialog semacam ini harus terus dijaga dan dilembagakan. Jangan hanya berhenti di kepemimpinan personal. Polri perlu memastikan sistemnya mendukung ruang komunikasi yang berkelanjutan,” Tambahnya.
Sementara itu, IMM Kota Tasikmalaya menilai bahwa langkah Kapolres membuka forum kebangsaan ini mencerminkan semangat baru dalam membangun kepercayaan publik terhadap Polri. Meski begitu, IMM tetap menekankan peran masyarakat dan mahasiswa sebagai social control agar perubahan yang ada tidak bersifat seremonial.
“Kami melihat keberanian Kapolres membuka ruang diskusi dengan masyarakat sipil sebagai langkah maju. Tapi ke depan, Polres harus memastikan kritik yang muncul bisa ditindaklanjuti secara struktural. Di situlah kepercayaan publik benar-benar diuji,” kata fadil perwakilan IMM Tasikmalaya.
Menanggapi hal tersebut, Kapolres AKBP Moh. Faruk Rozi menegaskan bahwa Polres Tasikmalaya Kota berkomitmen menjadikan dialog publik sebagai bagian dari budaya institusional, bukan sekadar acara sesaat.
“Kami tidak ingin dialog berhenti di sini. Kritik dan saran dari mahasiswa, ormas, dan masyarakat akan kami tampung untuk memperbaiki diri. Polri tidak bisa bekerja sendiri menjaga keamanan. Kami butuh sinergi publik yang aktif,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa kegiatan seperti Sarasehan Kebangsaan menjadi ruang penting untuk membangun trust antara aparat dan warga di tengah arus ketidakpercayaan terhadap institusi negara.
“Kepercayaan publik adalah modal utama kami. Kalau masyarakat percaya, keamanan bisa tumbuh dari bawah bukan dipaksakan dari atas,” tambah Moh. Faruk.
Bagi para mahasiswa, forum kebangsaan seperti ini bukan sekadar seremoni, tetapi ruang belajar bersama tentang demokrasi, kebangsaan, dan peran sosial Polri. IMM dan BEM PTNU sama-sama menilai, relasi antara aparat dan masyarakat di Tasikmalaya kini mulai bergerak ke arah yang lebih terbuka dan partisipatif.
Meski begitu, keduanya menegaskan bahwa apresiasi bukan berarti kehilangan fungsi kritis.
“Kami akan tetap mengawal. Keterbukaan Polri harus diikuti dengan konsistensi dalam kebijakan. Jika ruang dialog dijaga, kepercayaan publik akan tumbuh dengan sendirinya,” ujar perwakilan Mahasiswa UNPER secara terpisah.
Kegiatan ini menjadi contoh bahwa reformasi kultural Polri tidak hanya dibangun di ruang komando, tetapi di ruang diskusi bersama masyarakat.
Namun, seperti pesan mahasiswa, perubahan sejati baru lahir ketika kritik tidak hanya didengar, tapi juga dijalankan.






