Gentra Data — Euforia kemenangan Persikotas Tasikmalaya sebagai juara Liga 4 Seri 1 Jawa Barat 2025 berubah menjadi perbincangan publik paling panas pekan ini. Apa yang semula dirayakan sebagai tonggak sejarah sepak bola kota justru memunculkan gelombang emosi yang saling bertabrakan di media sosial. Di satu sisi, ribuan warga menyambut kemenangan ini sebagai kebanggaan kolektif dan simbol kejayaan baru Persikotas. Namun di sisi lain, aksi konvoi besar-besaran yang menyertai perayaan justru memantik kritik tajam, keluhan, hingga kecaman keras terhadap perilaku sebagian oknum yang dianggap merusak citra kota, kamis(05/12/2025).
Ratusan komentar warganet memperlihatkan bahwa kemenangan ini tidak hanya tentang lapangan hijau, tetapi juga tentang wajah sosial Tasikmalaya hari ini atau tentang bagaimana masyarakat merayakan prestasi, mengekspresikan identitas, dan bereaksi terhadap perilaku yang dianggap menyimpang. Berdasarkan hasil pemantauan Tim Gentra Data, Analisis sentimen publik menunjukkan bahwa di balik sorak-sorai kebanggaan, tersimpan keresahan mendalam mengenai ketertiban, keselamatan jalan raya, hingga reputasi kota yang ikut dipertaruhkan. Dengan dominasi sentimen negatif lebih dari 46%. Fenomena konvoi pasca juara seolah menjadi cermin besar yang memperlihatkan dinamika dan tantangan sosial Tasikmalaya di tengah momentum prestasi bersejarah Persikotas.
Dominasi Sentimen Negatif: Euforia yang Tertutup Polemik
Hasil analisis menunjukkan 46,6% sentimen publik bernada negatif, terutama berkaitan dengan aksi konvoi. Warganet menyoroti perilaku sebagian peserta konvoi yang dianggap membahayakan pengguna jalan, menimbulkan kegaduhan, hingga memicu kemacetan di berbagai titik kota. Kata-kata seperti orang, motor, hama, konvoi, dan malu menjadi yang paling banyak muncul, menggambarkan kekecewaan publik terhadap tindakan yang dinilai ugal-ugalan dan tidak mencerminkan semangat kemenangan. Salah satu Komentar warganet Menuliskan seperti:
“Nanaonan eta knalpot brong diajak ngagagu ceuli batur… aparat kunaon teu nindak?”
menggambarkan kemarahan atas suara bising knalpot dan kurangnya pengawasan aparat. Beberapa komentar bahkan menyebut perilaku oknum sebagai “rusuh berkedok konvoi” hingga “hama masyarakat”, menandakan bahwa emosi publik mencapai titik jenuh.
Sentimen negatif ini kemudian terpecah menjadi tiga kategori utama diantara nya 181 komentar tentang ancaman keselamatan di jalan,169 komentar mengenai kekacauan dan ketidaktertiban, 68 komentar yang menyoroti dampak terhadap citra dan lingkungan kota.
Banyak warga mengaku prihatin karena dalam euforia kemenangan, muncul fenomena anak kecil ikut dalam rombongan motor, penggunaan knalpot brong, hingga tindakan yang dinilai ceroboh dan membahayakan.
Sentimen Positif: Kebanggaan yang Tetap Menggema
Meskipun dihantam gelombang kritik, 33,4% komentar mencerminkan sentimen positif. Ada kebanggaan kolektif, rasa syukur, dan apresiasi atas perjuangan Persikotas yang berhasil membawa pulang trofi bergengsi. Kata juara yang disebut sebanyak 404 kali menjadi episentrum percakapan publik. Dua kutipan warganet menggambarkan suasana kegembiraan itu, seperti “Mantap kota kelahiran aing juara!” dan juga “Alhamdulillah… Selamat dulur Tasik semuanya. Bangga jadi orang Tasik.”
Percakapan bernada positif ini menegaskan bahwa kemenangan Persikotas tetap menjadi momen besar yang dirayakan sebagai identitas dan kebanggaan masyarakat.
Sentimen Netral: Informasi dan Pemantauan Situasi
Dari keseluruhan percakapan publik, terlihat bahwa pembahasan mengerucut pada tiga topik utama. Pertama, euforia kejuaraan yang mencakup 38% percakapan, menunjukkan bahwa kemenangan Persikotas memicu antusiasme besar dan meningkatkan rasa persatuan di tengah masyarakat. Kedua, polemik konvoi yang mendominasi 41,1% diskusi, di mana aksi perayaan di jalan raya menjadi sumber keluhan tertinggi terkait kebisingan, ketertiban, dan keamanan. Ketiga, citra Kota Tasikmalaya yang muncul dalam 20,5% percakapan, menggambarkan kekhawatiran warga bahwa perayaan yang tidak tertib dapat mencoreng nama baik kota di mata publik.
Tingginya penyebutan kata tasikmalaya sebanyak 101 kali dan tasik sebanyak 80 kali memperlihatkan bahwa persoalan ini tidak hanya berkaitan dengan perilaku suporter atau oknum tertentu, tetapi juga menyentuh ranah identitas dan reputasi kota. Sebagian warga merasa bangga atas kemenangan Persikotas, namun banyak pula yang mengaku malu dan prihatin terhadap tindakan sebagian peserta konvoi yang dinilai merusak suasana kemenangan.
Pandangan Penolakan vs Pandangan Dukungan
Dalam kelompok penolak, sentimen publik sangat tegas: perilaku ugal-ugalan, tidak bermoral, dan minim pengawasan dianggap sebagai faktor utama rusaknya perayaan. Sorotan paling tajam muncul terkait konvoi yang melibatkan anak kecil, aksi kebut-kebutan, hingga knalpot berisik.
Sebaliknya, kelompok pendukung berpendapat bahwa kegembiraan masyarakat tidak boleh dikecilkan hanya karena ulah sebagian kecil oknum. Mereka berharap kemenangan besar ini tetap dikenang sebagai sejarah bagi Tasikmalaya.
Kemenangan Bersejarah yang Menguji Kedewasaan Sosial
Analisis sentimen publik menunjukkan bahwa kemenangan Persikotas 2025 membawa dampak sosial yang lebih besar dari sekadar perayaan olahraga. Euforia dan kebanggaan memang kuat, tetapi polemik konvoi membuka diskusi lebih luas tentang ketertiban, keamanan, serta peran pemerintah dalam mengatur arus perayaan publik.
Di satu sisi, warga menuntut agar Pemerintah Kota Tasikmalaya lebih terorganisir dan tegas dalam memanajemen ruang publik saat momentum besar seperti ini terjadi. Di sisi lain, masyarakat berharap kemenangan Persikotas tetap menjadi simbol kebanggaan, bukan sumber perpecahan.
Pada akhirnya, dinamika ini menjadi refleksi penting tentang bagaimana Tasikmalaya merayakan prestasi antara euforia yang menggembirakan dan tantangan sosial yang perlu dibenahi bersama.






