Gentra.id – Generasi Z tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan derasnya arus informasi yang terus membentuk pola pikir, sikap, dan masa depan mereka, termasuk dalam menyikapi dunia politik. Namun, kemudahan mengakses teknologi juga menciptakan tantangan baru yang cukup kompleks.
Minimnya literasi media di kalangan Generasi Z kerap membuat mereka kesulitan memahami kondisi politik yang sedang berlangsung. Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2024. Sebanyak 46.800.161 orang dari total daftar pemilih tetap (DPT) sebesar 204.807.222 berasal dari Generasi Z, atau sekitar 22,85 persen. Angka ini menunjukkan bahwa Generasi Z memegang peran penting dalam menentukan arah politik Indonesia.
Sayangnya, banyak dari mereka justru terjebak dalam arus informasi yang bias, dangkal, atau bahkan menyesatkan. Lalu, apa saja dilema yang sering dihadapi Generasi Z dalam memahami dunia politik?
Dilema Gen Z Terhadap Politik
1. Kesulitan Membedakan Informasi Valid dan Hoaks
Generasi Z menghadapi tantangan besar saat harus membedakan informasi yang valid dari hoaks atau propaganda politik. Mereka sering menemukan informasi singkat, visual menarik, dan provokatif di media sosial seperti TikTok, X (Twitter), dan Instagram. Akibatnya, mereka mengenal isu politik hanya dari permukaan tanpa melakukan verifikasi. Banyak dari mereka menyerap informasi tanpa menyaring kebenarannya, sehingga mudah terjebak dalam echo chamber dan kesulitan mengidentifikasi informasi yang benar.
2. Mengikuti Influencer Politik Tanpa Saring
Kehadiran influencer di dunia politik menjadi fenomena baru dalam penyebaran informasi. Meskipun tidak memiliki latar belakang sebagai akademisi atau pakar kebijakan, para influencer sering dianggap sebagai panutan karena memiliki banyak pengikut. Generasi Z cenderung menerima pendapat mereka tanpa mempertanyakan kebenaran atau mencari sumber lain. Hal ini membuat mereka hanya melihat satu sisi dari suatu isu dan kehilangan kesempatan untuk memahami berbagai sudut pandang. Akibatnya, politik lebih bergantung pada popularitas di media sosial daripada gagasan dan kebijakan.
3. Sistem Pendidikan yang Kurang Mendukung Literasi Politik Digital
Sistem pendidikan Indonesia belum sepenuhnya menanamkan literasi politik digital kepada siswa. Pelajaran kewarganegaraan masih berfokus pada teori dasar sistem pemerintahan dan UUD. Tanpa mengaitkannya dengan dinamika politik masa kini di dunia digital. Akibatnya, banyak siswa tidak memahami pentingnya literasi politik dan menjadi rentan terhadap manipulasi informasi serta propaganda politik.
4. Meningkatnya Sikap Apatis Terhadap Politik
Kondisi politik yang kompleks dan penuh dinamika membuat sebagian besar Generasi Z merasa apatis. Mereka menganggap politik sebagai sesuatu yang rumit, membosankan, penuh kebohongan, dan tidak membawa dampak langsung. Pandangan ini akhirnya memunculkan ketidakpedulian terhadap politik.
Solusi Mengatasi Dilema Politik Generasi Z
Untuk mengatasi dilema ini, berbagai pihak perlu mengambil langkah konkret, seperti:
- Membekali Generasi Z dengan kemampuan berpikir kritis.
- Mengajarkan keterampilan literasi digital agar mereka bisa menyaring informasi.
- Mengajak media untuk menyajikan informasi yang kredibel dan bisa dipertanggungjawabkan.
- Mendorong hadirnya konten politik yang informatif, sederhana, dan menarik.
- Menanamkan pendidikan karakter sejak dini baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.
Sebagai bagian dari Generasi Z, kamu bisa mulai mengambil langkah bijak dengan menjadi pribadi yang lebih kritis, aktif mencari kebenaran. Serta tidak mudah terpancing oleh arus informasi yang menyesatkan. Yuk, ubah kebingungan menjadi kekuatan untuk memahami politik secara lebih cerdas!