Kuchisabishii: Saat Mulut ‘Kesepian’ Mengubah Pola Makan

Selasa, 24 Desember 2024

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Fenomena Kuchisabishii, kebiasaan makan bukan karena lapar, melainkan karena mulut merasa

i

Fenomena Kuchisabishii, kebiasaan makan bukan karena lapar, melainkan karena mulut merasa "kesepian." (foto: istimewa)

Gentra.id– Bayangkan sedang asyik scroll di ponsel, tiba-tiba muncul keinginan untuk ngemil. Padahal, baru saja makan nasi. Atau, saat menonton film favorit, tangan mulai sibuk mencari cokelat meskipun perut sudah kenyang. Fenomena ini mungkin tidak asing bagi banyak orang. Ada istilah yang cukup unik untuk menggambarkan kondisi ini, yaitu Kuchisabishii. Dalam bahasa Jepang, kata ini merujuk pada kebiasaan makan bukan karena lapar, melainkan karena mulut merasa “kesepian.” Seolah ada dorongan untuk mengunyah sesuatu hanya demi mengisi kekosongan bukan di perut, tetapi mungkin di hati atau pikiran.

Kuchisabishii adalah istilah dari Jepang yang secara harfiah memiliki arti “mulut yang sedang kesepian”. Istilah ini menggambarkan fenomena di mana keinginan untuk makan muncul sebagai respons terhadap kondisi emosional, terutama saat merasa bosan. Ketika orang bosan, stres, atau kesepian, otak mereka mencari cara untuk merasa lebih baik. Salah satu cara yang paling mudah adalah dengan ngemil. Makanan bisa memberikan rasa nyaman dan kepuasan yang sementara, meski nggak mengatasi akar masalah emosi yang mendasarinya.

Baca Juga :  Ketika Scrolling Tanpa Henti Bikin Otak Tumpul

Menariknya, Kuchisabishii menggambarkan betapa eratnya kaitan antara makanan dan kenyamanan emosional. Seringkali kondisi makan lebih banyak ini hanya untuk menutupi suasana yang buruk. Hal ini menunjukkan bagaimana emosi dapat memengaruhi pola makan, menciptakan kebiasaan.

Mindless Eating

Dalam dunia psikologi, fenomena Kuchisabishii termasuk dalam kategori mindless eating, atau kebiasaan makan tanpa kesadaran penuh. Misalnya, saat ngemil di depan televisi atau sibuk bekerja, otak kita cenderung tidak fokus pada makanan yang masuk ke mulut. Alih-alih menikmati setiap gigitan, kita justru teralihkan oleh aktivitas lain, seperti menonton film atau berbincang dengan teman. Inilah yang membuat mindless eating menjadi kebiasaan yang tidak hanya berdampak pada pola makan. Tetapi juga berpotensi memengaruhi kesehatan jangka panjang.

Namun, dampaknya tidak hanya berhenti di fisik. Secara mental, kebiasaan ini juga dapat menciptakan hubungan yang tidak sehat dengan makanan. Alih-alih menjadi sumber nutrisi, makanan sering kali menjadi pelarian dari tekanan emosional. Menciptakan lingkaran setan di mana rasa bersalah dan keinginan untuk makan terus berulang. Mengatasi Kuchisabishii membutuhkan perubahan cara pandang terhadap makanan.

Baca Juga :  Kenapa Perempuan Butuh 20 Menit Tidur Tambahan untuk Pemulihan Maksimal?

Kita dapat menerapkan mindful eating, yaitu kebiasaan makan dengan penuh kesadaran, sebagai salah satu pendekatan untuk mengatasi kuchisabishii. Metode ini mengajak kita untuk benar-benar menikmati setiap aspek dari makanan rasa, aroma, hingga teksturnya. Dengan begitu, kita dapat menciptakan hubungan yang lebih sehat antara makanan dan emosi, sekaligus mengontrol porsi makan dengan lebih baik.

Selain itu, cara sederhana namun efektif lainnya adalah dengan mengurangi visibilitas makanan di sekitar kita. Makanan yang mudah terlihat cenderung memicu keinginan ngemil secara impulsif. Solusinya? Simpan makanan di tempat yang tidak terlihat langsung, seperti di dalam kulkas atau lemari tertutup. Dengan membatasi akses visual, kita dapat mencegah dorongan ngemil yang tidak perlu dan mulai mengontrol pola makan dengan lebih baik.

 

 

 

 

 

 

Follow WhatsApp Channel gentra.id untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Sering Pakai Emoji? Ini Tanda Kecerdasan Emosionalmu Tinggi
Kenaikan PPN 12% Sentuh Favorit Gen Z, dari Spotify hingga Netflix
Ketika Scrolling Tanpa Henti Bikin Otak Tumpul
Benarkah Mematikan Centang Biru Membawa Hidup Lebih Tenang?
Mengapa Gen Z dan Milenial Enggan Mengangkat Telepon?
Fenomena Jam Koma, Tren Baru di Kalangan Gen Z
Tren Childfree di Indonesia: Meningkatnya Pilihan Perempuan Tanpa Anak
Remaja Jompo: Potret Anak Muda dengan Semangat Zaman Tapi Jiwa Senja

Berita Terkait

Minggu, 29 Desember 2024 - 23:41 WIB

Sering Pakai Emoji? Ini Tanda Kecerdasan Emosionalmu Tinggi

Kamis, 19 Desember 2024 - 23:33 WIB

Kenaikan PPN 12% Sentuh Favorit Gen Z, dari Spotify hingga Netflix

Rabu, 11 Desember 2024 - 22:38 WIB

Ketika Scrolling Tanpa Henti Bikin Otak Tumpul

Senin, 9 Desember 2024 - 23:11 WIB

Benarkah Mematikan Centang Biru Membawa Hidup Lebih Tenang?

Sabtu, 23 November 2024 - 21:27 WIB

Mengapa Gen Z dan Milenial Enggan Mengangkat Telepon?

Berita Terbaru

Kantor Kepala Desa Sundawenang (foto: Tia/Gentra.id)

Data

Selayang Pandang Desa Sundawenang

Rabu, 15 Jan 2025 - 11:00 WIB

Penggunaan emoji saat chattingan mempengaruhi tingkat kecerdasan emosional. (foto:istimewa)

Gaya Hidup

Sering Pakai Emoji? Ini Tanda Kecerdasan Emosionalmu Tinggi

Minggu, 29 Des 2024 - 23:41 WIB