Gentra.id – Maraknya kasus geng motor di Tasikmalaya telah banyak menimbulkan keresahan bagi warga sekitar karena sering berbuat onar dan keributan. Terdapat 266 orang yang di amankan kepolisian saat sedang berkumpul di jalan KH Zaenal Mustofa dengan 150 orang diantaranya masih berusia remaja.
Setelah penangkapan tersebut, pihak kepolisian memberikan pembinaan juga memanggil para orang tua termasuk melakukan pemeriksaan terhadap ketua dan pengurus geng motor tersebut. Dari hasil pendataan ditemukan bahwa ratusan geng motor tersebut tergabung dalam kelompok Bogart Shark Classic (BSC).
Pihak kepolisian juga sempat mempertemukan ketua dengan pihak orang tua yang meminta pertanggungjawaban dari nasib anak-anaknya, mereka menuntut agar geng motor tersebut dibubarkan. Hasilnya, ketua BSC, Badar Maulana menuruti permintaan tersebut dan BSC pada akhirnya resmi dibubarkan.
Kasus Geng Motor di wilayah Kota Tasikmalaya menjadi masalah yang serius dalam pemenuhan hak anak dan perlindungan anak menuju Kota Layak Anak (LAK) atau Kota Ramah Anak. Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Rina Marlina mengungkapkan bahwa alasan mengapa anak terlibat geng motor menjadi hal yang harus dipikirkan dan dikaji lebih jauh lagi.
“Kita juga harus memikirkan kenapa anak terlibat geng motor, harus dikaji lebih jauh lagi. Karena pertama, kurang pengawasan dari orang tua, dan ada persoalan anak yang tidak dapat diselesaikan sehingga larinya ke hal-hal yang negatif,” Ucap Rina.
Anak bisa dikategorikan salah dan melanggar hukum disebabkan karena sistem yang membuat anak melakukan hal tersebut.
Belum Adanya Kebijakan Mengenai KLA di Kota Tasikmalaya
Kebijakan mengenai KLA sendiri di Kota Tasikmalaya belum ada, yang ada hanya Peraturan Daerah (PERDA) tentang Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak. Terkait Perlindungan Anak sendiri sudah ada, namun masih disatukan dengan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
“Kebijakan mengenai KLA sendiri di kota tasik belum ada, makanya kita tidak dapat peringkat kota layak anak karena salah satu kebijakannya itu belum ada. Terkait Perlindungan Anak sendiri sudah ada, namun masih disatukan dengan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” Ujar Rina.
Menindaklanjuti hal tersebut, pihak KPAD bekerja sama dengan multi stakholder dalam rangka mengkaji dan mendorong demi terwujudnya Tasik Kota Layak Anak. Dalam hal ini sistem pembangunan harus ramah anak atau mengakomodir tentang pemenuhan hak anak dan perlindungan anak, termasuk programnya, anggarannya, kebijakannya, harus mendukung dalam pemenuhan hal tersebut.
“Sistem pembangunan itu harus ramah anak atau mengakomodir tentang pemenuhan hak anak dan perlindungan anak, programnya, anggarannya, kebijakannya, melalui kerja sama antara pemerintah, kemudian masyarakat, dan dunia usaha dalam mewujudkan hal itu,” Kata Rina.
Fungsi KPAD
Fungsi KPAD sendiri yaitu sebagai pengawasan, mendata persoalan-persoalan terkait pemenuhan hak anak dan perlindungan anak, mengusulkan kebijakan apa saja yang memang harus diusulkan untuk mendorong terwujudnya Tasikmalaya menjadi Kota Layak Anak, menerima aduan dari masyarakat terkait dengan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak, serta bekerja sama dengan beberapa pihak untuk mewujudkan pemenuhan hak anak dan perlindungan anak.
Belum Adanya Shalter Aman untuk Anak Korban Kekerasan
Belum adanya Rumah Aman Anak atau Shalter untuk anak korban kekerasan juga menjadi hal penting yang harus kita dorong kebijakannya. Lalu solusi cepat yang bisa dilakukan yaitu dengan menjadikan pesantren-pesantren yang siap dijadikan Shalter sementara untuk menampung anak-anak terlantar atau anak-anak yang mengalami perundungan.
Pemenuhan Hak Anak Disabilitas dalam Rangka Mewujudkan Kota Layak Anak
Persoalan anak disabilitas juga patut disoroti dalam mewujudkan Kota Layak anak, dimana semua sekolah diwajibkan menerima anak disabilitas. Namun, belum adanya kesiapan dari pihak sekolah menjadi tantangan yang dihadapi dalam pemenuhan hak anak disabilitas. Sedangkan dalam Undang – Undang sendiri menyatakan bahwa semua anak harus sekolah dan mendapatkan pendidikan dasar.
Mengatasi hal tersebut, KPAD melakukan kolaborasi program terkait penguatan terhadap guru tentang pendidikan inklusif, seolah ramah anak, dengan adanya RoadShow yang bekerja sama dengan Kepala Cabang Dinas (KCD), Dinas Pendidikan, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (KB) dan Kementerian Agama (Kemenag) untuk mendorong semua sekolah, pesantren, dan panti asuhan menjadi ramah anak.