Gentra.id- Gugatan terhadap UU Pilkada yang mengatur tentang larangan kampanye pilkada di perguruan tinggi yang diajukan oleh dua orang mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yakni Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria kini dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang putusan perkara nomor 69/PUUXXII/2024 itu digelar di Gedung MK, Selasa (20/8/2024). MK menyatakan kampanye dapat dilakukan di kampus jika mendapat izin dan tanpa menggunakan atribut kampanye.
“Berkenaan dengan ‘larangan menggunakan tempat pendidikan’ yang diatur dalam Pasal 280 ayat 1 huruf h UU 7/2017, Mahkamah telah mengecualikan larangan bagi tempat pendidikan. Sebagaimana dinyatakan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 15 Agustus 2023, kampanye di tempat pendidikan dapat dikecualikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan hadir tanpa atribut kampanye pemilihan umum,” kata hakim MK M Guntur Hamzah di persidangan.
Keduanya menggugat Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) terhadap Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Pasal 69 huruf i UU Pilkada menyatakan, “Dalam Kampanye dilarang: i. Menggunakan tempat ibadah dan tempat Pendidikan.”
Sandy yang berstatus mahasiswa semester 6 ini merasa dirugikan dari Pasal 69 huruf i UU Pilkada yang membatasinya untuk mendengar dan menguji secara kritis gagasan calon pemimpin daerah di tempat Pemohon menempuh Pendidikan tinggi saat ini.
Sementara Stefanie yang berstatus mahasiswa semester 4 itu merasa dirugikan karena berpotensi tertutupnya informasi mengenai gagasan antara calon pemimpin dalam ruang dialog akademis yang berpengaruh terhadap pilihan Pemohon II sebagai pemilih pemula dalam Pilkada 2024.
Hasil Putusan MK
“Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan frasa “tempat pendidikan” dalam norma Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5588) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “dikecualikan bagi perguruan tinggi yang mendapat izin dari penanggung jawab perguruan tinggi atau sebutan lain dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan, Selasa (20/8).
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan bahwa secara konstitusional, konstruksi norma Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya sekadar dibaca bahwa pemilihan umum (pemilu) diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPR, serta Presiden dan Wakil Presiden. Melainkan juga harus dimaknai termasuk di dalamnya pemilihan kepala daerah.
Hakim menyatakan pengecualian larangan kampanye di kampus dimaksudkan untuk memberikan kesempatan civitas akademika menjadi lokomotif penyelenggaraan kampanye. Hal ini juga berarti membuka kesempatan kampanye dialogis secara lebih konstruktif di tempat berkumpulnya pemilih pemula dan pemilih kritis.
“Pengecualian terhadap larangan kampanye di perguruan tinggi selain dimaksudkan memberikan kesempatan kepada civitas akademika untuk menjadi salah satu lokomotif penyelenggaraan kampanye pemilihan umum untuk mendalami visi, misi, dan program kerja yang ditawarkan oleh masing-masing calon dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua calon. Selain tempat berkumpulnya sebagian dari pemilih pemula dan pemilih kritis, mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi yang berarti membuka kesempatan dilakukan kampanye dialogis secara lebih konstruktif yang pada akhirnya akan bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat,” ujar hakim.
Norma larangan kampanye di kampus atau perguruan tinggi atau sebutan lain dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh MK. Maka terhadap norma serupa dan sejenis yang terdapat dalam undang-undang lain, semestinya pula diberikan makna yang sama.