Gentra.id – Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor baru pada Rabu (2/03), yang mengejutkan dunia internasional. Dalam pidatonya, Trump menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan bagian dari peringatan Liberation Day. Serta menjadi strategi besar untuk membebaskan ekonomi Amerika dari ketergantungan terhadap barang impor.
Amerika Serikat saat ini memberlakukan tarif dasar sebesar 10 persen terhadap semua barang impor yang masuk ke negaranya. Namun, negara-negara dengan defisit perdagangan besar terhadap AS, termasuk Indonesia, harus menanggung tarif tambahan. AS memberlakukan tarif sebesar 32 persen terhadap barang impor dari Indonesia.
Alasan AS Memberlakukan Tarif Impor 32 Persen terhadap Indonesia
Pemerintah AS memberlakukan tarif sebesar 32 persen sebagai respons atas kebijakan perdagangan Indonesia yang dinilai merugikan AS. Donald Trump menyebut Indonesia telah mengenakan tarif tinggi terhadap produk-produk asal AS. Pemerintah Indonesia menetapkan tarif sebesar 30 persen untuk produk etanol asal AS, jauh lebih tinggi dibandingkan tarif 2,5 persen yang diberlakukan AS terhadap produk serupa.
Trump juga mengkritik kebijakan non-tarif Indonesia, seperti penerapan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Prosedur perizinan impor yang rumit, serta kebijakan Presiden Prabowo yang mewajibkan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening dalam negeri.
Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Ekspor Indonesia
Pemberlakuan tarif baru ini berdampak signifikan terhadap para eksportir Indonesia. Tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat membuat produk-produk Indonesia kehilangan daya saing di pasar AS, terutama dibandingkan dengan produk dari negara lain yang dikenai tarif lebih rendah. Sektor-sektor utama seperti tekstil, alas kaki, furnitur, karet, dan perikanan menjadi yang paling terdampak.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Andry Satrio Nugroho. Mengatakan bahwa industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki menyumbang 27,5 persen dari total ekspor Indonesia ke AS. Dengan meningkatnya biaya produksi akibat tarif tambahan, pertumbuhan industri bisa melambat dan berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Respons Pemerintah Indonesia terhadap Kebijakan Tarif AS
Pemerintah Indonesia segera merespons kebijakan ini. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, meminta pemerintah melakukan diplomasi perdagangan dengan AS. Ia mengingatkan agar Indonesia tetap waspada terhadap dampak kebijakan tersebut, meskipun AS adalah mitra dagang penting.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi II Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Edy Priyono, menyatakan bahwa pemerintah telah mengantisipasi kebijakan ini sejak awal. Karena langkah Trump bukanlah keputusan mendadak.
Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso. Menyampaikan bahwa pemerintah sedang menghitung dampak tarif tersebut terhadap berbagai sektor dan ekonomi nasional secara keseluruhan. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan strategi dan langkah negosiasi. Serta mengkoordinasikan tim lintas kementerian, lembaga, perwakilan Indonesia di AS, dan pelaku usaha nasional untuk menghadapi tarif resiprokal ini.
Selain itu, Indonesia juga menjalin komunikasi dengan Malaysia selaku Ketua ASEAN untuk menyusun langkah bersama. Hal ini mengingat seluruh negara anggota ASEAN terdampak oleh kebijakan tarif dari AS.